Minggu, Februari 20


Pendiri dan Komisaris Utama PT Kalbe Farma Tbk, Boenjamin Setiawan yang akrab dipanggil Dr. Boen dedikasinya bagi kemajuan industri farmasi nasional tak diragukan lagi. Di tangan Boen, perusahaan sekelas garasi “disulap” menjadi grup farmasi terbesar di Tanah Air: PT Kalbe Farma Tbk. Warta Ekonomi menobatkannya menjadi salah seorang Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh 2005.
Bicara tentang industri farmasi nasional, sulit melupakan Boenjamin Setiawan. Kecintaannya terhadap dunia farmasi mengantarnya sebagai salah satu tokoh industrialisasi farmasi modern nasional. Pria yang akrab disapa Dr. Boen ini tak lain adalah pendiri sekaligus pemilik PT Kalbe Farma Tbk., sebuah grup farmasi besar yang terintegrasi. Perusahaan farmasi lokal ini ditaksir memiliki aset di atas Rp5 triliun. Lengan bisnis grup ini meliputi obat-obatan, makanan kesehatan, bisnis pengepakan, distribusi, pergudangan, dan sarana riset modern.
Boen memiliki labar belakang akademis, khususnya di bidang farmakologi dan farmakinetik. Sebelum sepenuhnya menerjuni bisnis, peraih gelar dokter dari Universitas Indonesia dan Ph.D. bidang farmakologi dari University of California, AS, ini sempat beberapa tahun menjadi dosen. Sepulang dari sekolah di AS, ia banting setir, mencoba peruntungan dengan menggeluti bisnis farmasi. Tepatnya, pada 1966, cikal bakal Grup Kalbe resmi berdiri.
Keberhasilan Grup Kalbe memang tak luput dari kepemimpinan pria kalem ini. Sebagai ahli farmasi, Dr. Boen paham betul bagaimana perkembangan farmasi global. Ia terjun langsung mengembangkan jenis obat-obatan maupun makanan kesehatan Kalbe. Lompatan sukses Grup Kalbe terutama ditopang oleh kejeliannya membaca ceruk pasar dengan memproduksi dan memasarkan obat generik.
Kesuksesan Kalbe tak membuat Dr. Boen cepat berpuas diri. Kali ini ia kembali membuat gebrakan lewat langkah merger internal. Tiga perusahaan publik, Kalbe Farma, Dankos Laboratories, dan perusahaan distribusinya, PT Enseval Putera Megatrading, dilebur menjadi satu. Boleh jadi ini merupakan aksi merger internal terbesar yang pernah terjadi di bursa.
Boen tampak cukup cerdik meneropong perkembangan pasar. Merger ini akan memperkuat posisi Grup Kalbe di industri farmasi nasional. Mereka juga menciptakan sinergi yang kokoh antar-unit usaha untuk memperbesar pasar, di samping tentunya menghasilkan efisiensi dalam proses kegiatan usaha.
Di luar itu, Kalbe juga melakukan sejumlah langkah strategis. Mereka mendirikan PT Innogene Kabiotect Pte. Ltd., sebuah perusahaan riset dan pengembangan. Kalbe juga menjalin kerja sama strategis dengan Morinaga untuk mendirikan pabrik susu dengan investasi sekitar Rp500 miliar. Dengan sejumlah terobosan inilah maka pantas jika Dr. Boen menjadi tokoh bisnis tahun ini.
Grup Kalbe Farma, yang cikal bakalnya didirikan 40 tahun yang lalu, berhasil menduduki peringkat pertama di pentas bisnis farmasi nasional. Inilah kisah bagaimana orang-orang pintar dan terbaik membangun kerajaan bisnis.
Orang dengan kemampuan sekomplet Boenjamin Setiawan memang langka. Ia adalah dokter lulusan fakultas kedokteran paling bergengsi di negeri ini: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Belum puas dengan predikat dokter yang waktu itu menjadi dambaan banyak orang (bayangkan, menjadi dokter di era 1950-an!), ia terbang ke Amerika Serikat dan menggondol gelar Ph.D di bidang farmakologi dari University of California, AS. Gelar Ph.D tersebut diraih tahun 1961, ketika usianya 28 tahun -- usia yang terbilang muda untuk seseorang yang berhasil meraih gelar doktor di zaman itu.
Yang membuat sosok yang akrab disapa dr. Boen itu menjadi istimewa adalah keputusannya mau bersusah-payah membangun bisnis sendiri dari nol. Padahal, dengan ijazah yang digenggamnya, apalagi di zaman awal 1960-an, dia jelas sangat leluasa memilih pekerjaan yang terpandang di masyarakat sekaligus mendatangkan banyak uang. Nyatanya, ia malah memilih mendirikan pabrik obat kecil yang tak diperhitungkan orang.
Akan tetapi, setelah melewati proses jatuh-bangun yang menyakitkan, lewat Kalbe Farma yang cikal bakalnya didirikan tahun 1966, Boen yang berlatar belakang farmakolog dan sangat peduli perkembangan industri farmasi global akhirnya berhasil mengembangkan dan memasarkan jenis obat-obatan bermutu, meskipun hampir semua produknya masih me too. Reputasi Kalbe terkerek berkat strategi penetapan harga produk-produk obat etikal bermerek yang dipatok lumayan tinggi tapi tidak kelewatan, sehingga Kalbe tidak terlihat serakah di mata masyarakat. Bahkan, tidak sedikit orang yang melihat hal ini sebagai niat baik Kalbe untuk tidak terlalu berkolusi dengan para dokter sebagai otoritas yang sangat menentukan preferensi pembelian obat oleh masyarakat sebagai konsumen akhir.
Setelah sukses menggarap obat-obat etikal (obat dengan resep dokter), Kalbe melangkah lebih jauh dengan memproduksi obat-obat bebas (over the counter/OTC). Di sini pun Kalbe mencatat sukses. Beberapa produk yang dikembangkan bahkan berhasil menjadi raja di kategorinya. Promag, misalnya, mampu mengalahkan Mylanta yang merupakan raja obat maag dunia. Meski tak sehebat Promag, merek-merek obat OTC lain keluaran Kalbe dikenal luas oleh masyarakat, seperti obat batuk Wood's (hasil akuisisi terhadap perusahaan farmasi asing) dan Neuralgin (sebelumnya obat etikal).
Dr. Boen (saat berusia 73 tahun) yang terkenal low profile di panggung bisnis, tiba-tiba bikin kejutan. Kali ini di lantai bursa: PT Kalbe Farma Tbk. mengakuisisi dua anak perusahaannya yang juga sudah tercatat di bursa, yakni PT Dankos Laboratories Tbk. dan perusahaan yang membidangi distribusi produk farmasi, PT Enseval Putera Megatrading Tbk. Langkah ini menobatkan Kalbe Farma sebagai perusahaan farmasi beromset terbesar di Indonesia (bahkan di Asia Tenggara), menyalip PT Sanbe Farma yang selama bertahun-tahun bercokol di puncak. Lebih dari itu, akuisisi ini sekaligus mengukuhkan Kalbe Farma sebagai perusahaan farmasi yang terintegrasi secara vertikal, mulai dari produksi dan pemasaran hingga penjualan dan distribusi produk-produk farmasi.
Sebetulnya, sebagai kelompok usaha farmasi, Grup Kalbe selalu menjadi yang terbesar. Sebab, di bawah payung Grup Kalbe, di samping ketiga perusahaan tersebut di atas, masih ada PT Bintang Toedjoe (produsen minuman serbuk Extra Joss) yang masuk jajaran 10 Besar Perusahaan Farmasi di Indonesia, Hexapharm (produsen obat generik), serta PT Sanghiang Perkasa yang memproduksi susu dan makanan kesehatan.
Langkah-langkah strategis dan visioner tersebut telah mengantarkan Kalbe -- baik sebagai perusahaan tunggal maupun kelompok usaha -- menjadi satu dari sedikit kelompok bisnis Indonesia yang paling siap menyongsong era AFTA yang sering didengung-dengungkan itu. Kalbe bahkan telah siap menghadapi harmonisasi pasar ASEAN yang tinggal dua tahun lagi sejak sekarang, yakni 2008.
Banyak faktor yang menopang, mendorong sekaligus mempercepat sukses Kalbe. Topik inilah yang dibahas tuntas dalam Sajuta SWA kali ini. Dari sekian banyak faktor sukses itu, salah satu ciri menonjol yang mengantarkan Kalbe berhasil menjadi nomor satu di pentas bisnis farmasi nasional seperti sekarang adalah sosok Boen sendiri. Sedari awal, Boen selalu menandaskan bahwa  perusahaan farmasi harus didukung riset yang kuat. Dan ia tidak berhenti pada kata-kata, melainkan langsung mewujudkannya dengan memperkuat divisi riset dan pengembangan -- hal yang tidak mungkin dilakukan perusahaan Indonesia di era 1960-an.
Ciri menonjol lainnya, sejak dini (awal 1970-an) Boen juga menyadari bahwa jika ingin bergerak lincah dan sehat, perusahaan harus dijalankan para profesional yang andal. Andal dalam pengertian Boen adalah bahwa profesional tersebut bukan semata-mata encer otaknya, melainkan juga harus dipadu dengan sikap dan perilaku yang baik. Dalam bahasa Boen, mereka harus the brightest dan the best. Untuk mendapatkan kandidat seperti ini, Kalbe menjalin kerja sama dengan LPPM sebagai konsultan manajemennya. Kesadaran seperti ini, lagi-lagi, masih langka bagi generasi pebisnis seangkatan Boen.
Johannes Setiono, yang sejak beberapa tahun terakhir menjadi Presdir PT Kalbe Farma, adalah hasil tempaan yang menekankan pentingnya the brightest dan the best itu. Johannes adalah peraih peringkat pertama program management trainee yang dikenalkan pertama kali di Kalbe pada 1970-an. Demikian juga, para CEO yang kini menduduki pucuk-pucuk pemimpin di semua perusahaan di lingkungan Grup Kalbe tak satu pun yang berasal dari keluarga Boen.
Bersamaan dengan itu, Boen juga mulai berkenalan dengan konsep nilai-nilai dan budaya perusahaan, yang kemudian melahirkan lima falsafah Kalbe yang dituangkan dalam Panca Krida, juga prinsip kerja yang dirumuskan dalam konsep DJITU (selengkapnya bisa dibaca pada tulisan-tulisan Sajuta setelah ini).
Boen, setidaknya sampai saat ini, berhasil mematahkan mitos bahwa orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi biasanya terlalu banyak perhitungan sehingga sering gagal jika terjun ke dunia bisnis yang sarat risiko. Boen justru membalikkan mitos itu: orang dengan latar belakang pendidikan yang bagus justru berpeluang membangun perusahaan dengan fondasi yang lebih kokoh. Boen telah membuktikan lewat dirinya sendiri.
Lihat pula, banyak konglomerat Indonesia, yang dulu sangat mengagung-agungkan sosok pendirinya yang cuma lulusan SD atau SMP, belakangan malah menjadi beban rakyat karena sepak terjangnya yang kurang perhitungan. Pesan yang bagus buat para kaum terdidik kita agar tak ragu-ragu memilih profesi pengusaha sebagai pilihan hidup yang mampu memberikan manfaat besar bagi masyarakat. (fn/ti/kb) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar: