Jumat, Februari 18

Bahaya & Petunjuk Penyimpanan Obat

Petunjuk Penyimpanan Obat
Karena kurangnya informasi yang kita miliki, sehingga sering obat yang kita beli hilang khasiatnya, malah mungkin bisa berbahaya bagi kesehatan.
Apakah Anda pernah membaca petunjuk penyimpanan yang ada dalam setiap kemasan obat? Pada sebagian besar obat, pada petunjuk penyimpanannya tertera tulisan: "Simpan di tempat kering dan sejuk". Ini dikarenakan udara panas, kelembaban, dan juga sinar dapat merusak obat, sehingga obat tidak bekerja dengan efektif lagi. Jadi bila kita menyimpan obat dalam kabinet di kamar mandi, itu bukanlah tempat yang tepat. Lebih baik bila kita menyimpannya dalam ruangan tamu, tapi jauh dari jangkauan anak-anak.
Sebagai contoh, obat jantung yang disebut Nitrogliserin, yang bekerja bila diletakkan di bawah lidah karena adanya kelembaban. Jadi bila kita simpan obat itu dalam tempat yang lembab, maka Nitrogliserin akan bereaksi sehingga saat kita gunakan, kita tidak mendapatkan dosis obat yang utuh lagi.
Yang perlu diperhatikan juga:
1. Jangan menyimpan obat di lemari pendingin, bila di petunjuk penyimpanannya tidak tertulis demikian atau bila tidak dianjurkan oleh petugas apotik.
2. Simpan obat dalam botol kemasannya, karena kemasan botolnya memang telah dirancang sedemikian rupa agar obat yang ada di dalamnya tidak rusak oleh cahaya.
3. Bila obat dalam kemasan botol telah dibuka, maka batas kadaluwarsa obat yang tertera pada kemasan, sudah tidak berlaku lagi. Janganlah terlalu lama menyimpan obat yang telah dibuka.Janganlah obat yang telah dikeluarkan, dituang kembali ke dalam botolnya.
4. Usahakan obat yang steril tetap terjaga kesterilannya. Misalnya untuk obat tetes mata,janganlah ujung penetes obat mengenai bola mata kita saat kita meneteskannya.
5. Jika kita membawa obat dalam mobil dan melakukan perjalanan dengan waktu yang lama,ingatlah bahwa obat kemungkinan dapat rusak karena suhu yang tinggi dalam mobil.

Bahaya Jangka Panjang Obat Tidur
Ketika badan terasa capek, pasti kita berharap langsung tidur. Sayangnya, tak semua orang bisa langsung lelap semudah itu. Bagi mereka, obat tidur tampaknya sebanding dengan istirahat malam. Namun, waspadalah karena penelitian mengaitkan bahaya konsumsi obat tidur dalam jangka panjang.

Obat tidur ternyata tidak sekadar membuat tidur nyenyak. Penelitian dr Genevieve Belleville dari Kanada menunjukkan, mereka yang terbiasa menenggak obat tidur tiga tablet atau lebih memiliki risiko kematian lebih cepat dibanding orang yang tidak minum obat tidur. Dampak lain dari penggunaan obat tidur adalah gangguan kesehatan kronis, seperti kecanduan alkohol atau rokok, serta kemungkinan menyebabkan depresi.

Efek samping dari obat tidur ini menarik perhatian para peneliti mengingat banyak obat tidur yang dijual bebas. Di Inggris, diperkirakan 10 juta obat tidur diresepkan setiap tahunnya. Pil-pil tidur yang bisa dijual bebas itu biasanya mengandung antihistamin yang tinggi, seperti yang biasa diresepkan dokter, misalnya Valium.

Kasus ini dirasa krusial. Oleh karena itu, peneliti tidak membedakan antara para pengguna obat tidur skala berat dan mereka yang sesekali menggunakannya. "Obat-obatan ini bukan permen dan bisa membawa mereka dalam bahaya," kata Belleville. 

Berdasarkan penelitian selama 12 tahun dan menganalisis lebih dari 12.000 data di Kanada, dr Belleville menyatakan bahwa tingkat kematian signifikan serta lebih tinggi bagi pengguna pil tidur dan mereka yang mengonsumsi obat untuk mengurangi kecemasan.

Setelah memperhitungkan kadar alkohol dan tembakau terhadap kesehatan fisik, aktivitas fisik, dan depresi, dr Belleville menemukan bahwa obat tidur yang ada dapat meningkatkan 36 persen risiko kematian. "Mereka juga lebih rentan terkena setiap jenis penyakit yang berasal dari parasit hingga kanker," kata dr Belleville.

Temuan lain dari efek samping obat tidur ini juga tidak bisa dianggap enteng. "Obat tidur dan obat anti-kecemasan berpengaruh pada waktu reaksi dan koordinasi sehingga membuat seseorang lebih mudah jatuh dan kecelakaan," katanya.

Bagi mereka yang bermasalah dengan jantung, Belleville menemukan bahwa obat tidur bisa menekan sistem pernapasan yang akan memperburuk masalah pernapasan saat tidur. "Obat-obatan ini juga bekerja pada sistem saraf pusat sehingga memengaruhi penilaian dan suasana hati. Ada bahaya obat ini meningkatkan risiko bunuh diri," ujarnya.

Ia mengatakan, terapi perilaku kognitif telah menunjukkan hasil yang baik dalam mengobati insomnia dan kegelisahan. Oleh karena itu, dokter bisa mendiskusikan terapi sistematis tersebut dengan pasien mereka sebagai pilihan. "Menggabungkan pendekatan farmakologis dalam jangka pendek dengan pengobatan psikologis adalah strategi yang menjanjikan untuk mengurangi kecemasan dan mempromosikan tidur," kata dr Belleville.

Kendati demikian, penelitian tersebut mendapat kritik. Profesor Jim Horne dari Universitas Loughborough menyebutkan, penelitian itu masih perlu dikaji lebih lanjut. "Perlu dipertanyakan juga reaksi apa yang terjadi apabila orang-orang tersebut tidak menggunakan obat tidur," katanya.

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Psychiatry, Kanada, ini bersumber dari Survei Kesehatan Nasional Kanada. Pesertanya meliputi orang-orang yang berusia 18 hingga 102 tahun dan disurvei setiap dua tahun antara tahun 1994 dan 2007.


Tidak ada komentar: